Standar kesuksesan dan kemakmuran seseorang dilihat dari seberapa besar ia berdedikasi dengan pekerjaan yang ia miliki. Ya, dalam dunia kerja hal itu memang sudah menjadi tanggung jawab karyawan. Namun tidak harus mengorbankan kehidupan sosial dan pribadi demi pekerjaan, hingga mengenyampingkan kesehatan. Kondisi ini biasa disebut dengan hustle culture.
Yang terjadi saat hustle culture adalah seseorang terlalu mementingkan pekerjaan di atas segala-galanya hingga bekerja sampai larut malam demi menyelesaikan tugas di hari itu. Meski terlihat mendorong produktivitas kerja, namun seperti apa dampaknya? Pada artikel kali ini akan mengulas lebih lanjut. Yuk, simak hingga selesai!
Pengertian Hustle Culture
Pengertian hustle culture itu sendiri adalah gaya hidup seseorang yang terus bekerja dan hanya memiliki waktu sedikit untuk beristirahat. Orang yang melakukan budaya ini biasa disebut workaholic atau gila kerja. Mereka beranggapan dengan menjalani budaya itu akan membawanya pada kesuksesan.
Budaya ini sebenarnya sudah ada sejak tahun 1970an di mana pada saat itu perkembangan industri semakin melaju dan para karyawan dituntut untuk berkerja lebih banyak tanpa batasan waktu.
Pada tahun 1990, dunia mulai dikuasai oleh perusahaan teknologi sehingga muncul standar baru bagi anak muda untuk bekerja secara berlebihan.
Di Indonesia, hustle culture ini sering dikaitkan dengan budaya para pekerja di perusahaan rintisan teknologi. Perusahaan ini tidak hanya memiliki ritme kerja yang cepat, tapi juga bekerja lebih dari ketentuan jam kerja.
Karena hustle culture telah tertanam dan menjadi hal yang sering dilakukan sehari-hari membuat hal ini terlihat biasa dan tidak disadari oleh para pekerja. Berikut ini adalah ciri-ciri hustle culture:
- Selalu memikirkan kerja dan tidak memiliki waktu bersantai.
- Merasa bersalah saat melakukan istirahat.
- Target yang dimiliki tidak realistis.
- Mengalami burnout atau stres kronis karena kelelahan bekerja.
- Tidak pernah merasa puas dengan hasil kerja sendiri.
Dampak Hustle Culture
Dampak yang terjadi jika seseorang menjalani hustle culture adalah:
1. Meningkatkan Risiko Penyakit
Menurut peneliatian Current Cardiology Reports, bahwa orang yang bekerja lebih dari 50 jam per minggu memiliki peningkatan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular. Penyakit tersebut bisa seperti serangan jantung dan penyakit jantung koroner yang mematikan.
Tekanan darah dan detak jantung akan meningkat akibat jam kerja yang panjang. Hal ini dikarenakan aktivasi psikologis yang berlebihan dan juga stres. Selain itu lembur kerja juga berkontribusi memicu diabetes hingga stroke.
2. Gangguan Kesehatan Mental
Dampak hustle culture selanjutnya yaitu risiko gangguan kesehatan mental. Beberapa kasus yang sering terjadi adalah gejala depresi, kecemasan, hingga pikiran untuk bunuh diri.
Kebiasaan tidak baik ini membuat pekerja mengalami burnout atau stres berat yang dipicu oleh pekerjaan. Keadaan ini otomatis memberi efek negatif untuk kesehatan.
Burnout syndrome menyebabkan pekerja merasa pesimis dengan hasil yang ia kerjakan dan membuat mereka kurang termotivasi untuk kembali bekerja karena tidak mampu memenuhi kompetisi.
3. Hilangnya Work Life Balance
Jika seseorang melakukan aktivitas yang disenangi, stres yang muncul karena bekerja akan hilang. Misalnya dengan bertemu dengan keluarga, berkumpul dengan teman, melakukan hobi, atau berolahraga.
Hal ini penting agar terjadi keseimbangan antara pekerjaan dan kebahagiaan. Budaya gila kerja ini booming juga di Indonesia. Jam kerja yang berlebih membuat para pekerja mengalami gangguan kesehatan mental.
Tren bekerja dari rumah saat masa pandemi juga memincu tren hustle culture karena bekerja di rumah tidak memiliki batasan jam kerja seperti di kantor.
Cara Mengatasi Hustle Culture
1. Berhenti Membandingkan Diri dengan Orang Lain
Maraknya orang memamerkan kesuksesan di media sosial membuat seseorang membandingkan dengan dirinya. Padahal itu semua tidak sepenuhnya benar di dunia nyata. Jadi mulai sekarang, stop untuk membandingkan diri dengan orang lain.
Karena tidak semua yang ada di media sosial itu sesuai dengan kenyataan. Kalaupun sesuai, pasti selalu ada tantangan dan kendala yang dialami namun tidak ikut diposting di media sosial.
Ingatlah, bahwa setiap orang memiliki medan perangnya masing-masing. Jalan yang ditempuh sama terjalnya, yang membedakan hanya batu besar atau kerikil yang dilewati. Jadi tetap semangat, ya!
2. Cari Hobi di Luar Pekerjaan
Menjalani hobi di luar pekerjaan juga bisa membuat mental lebih sehat dan kehidupan menjadi seimbang atau dikenal dengan work life balance. Setidaknya jangan biarkan semua waktumu dimakan oleh pekerjaan.
3. Tahu Batasan Diri
Cara berikutnya untuk mengatasi hustle culture adalah mengetahui batasan diri. Buatlah batasan yang jelas dengan tahu kapan berucap tidak dan berani untuk mengatakannya, memahami kondisi tubuh jika butuh istirahat. Jangan memaksakan diri demi memenuhi standar yang tidak manusiawi.
4. Ubah Mindset
Coba ubah mindset tentang bekerja, bahwa bekerja itu untuk hidup bukan hidup untuk bekerja. Sebagian besar orang memang mendedikasikan dirinya untuk bekerja, namun jangan lupa karena ada hal lain di luar sana yang bisa kamu lakukan selain hanya sibuk bekerja.
5. Jangan Bekerja Berlebihan
Hindari bekerja berlebihan dengan menyelesaikan tugas tepat waktu dan gunakan waktu luang untuk bersantai menikmati hidup atau melakukan hobi.
6. Bersantai
Hindarilah waktu libur kamu gunakan untuk bekerja. Nikmati sepanjang waktu liburmu untuk bersantai dengan bebas dari pekerjaan.
7. Utamakan kesehatan diri
Harus sadar bahwa kesehatan diri adalah hal yang penting untuk dijaga. Jangan sampai bekerja hanya untuk mencari uang untuk berobat ke Rumah Sakit.
Demikian penjelasan tentang hustle culture, ciri dan dampak yang terjadi. Setiap orang memang membutuhkan pekerjaan, namun tidak harus mengorbankan semuanya demi pekerjaan itu sendiri. Fenomena hustle culture adalah mencerminkan seorang pekerja keras namun tidak cerdas bila harus menghilangkan kebahagiaan yang seharusnya ia rasakan.